Saturday, September 1, 2007

Fitroh jasmani manusia


Fitroh-Fitroh Manusia Dalam Kesucian Jasmani

Sudah seharusnya bagi seorang muslim untuk menjalankan seluruh aspek kehidupannya sesuai dengan tuntunan kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya. Alloh berfirman, “Dan apa yang telah dibawa oleh Rosul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkan-lah.” (Al-Hasyr: 7). Di antara tuntunan itu adalah tuntunan dalam memelihara kesucian jasmani. Maka dari itu, seorang muslim semestinya melaksanakan tuntunan fitroh yang telah digariskan Alloh melalui lisan Rosul-Nya yaitu :“Lima hal termasuk bagian fitroh, yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), memotong kuku, mencabuti rambut ketiak dan memotong kumis.” (HR. Bukhori dan Muslim). Sabdanya pula, “Sepuluh hal termasuk fitroh: Memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq(menghirup air ke hidung), memotong kuku, mencuci sela lipatan jari, mencabuti rambut ketiak, mencukur rambut di sekitar kemaluan, dan istinja”, perowi berkata: “Saya lupa yang kesepuluh, mungkin kumur-kumur”. (HR. Muslim). Berikut ini beberapa point yang sering dianggap sepele oleh kaum muslimin,

Memotong kumis (jangan sampai menutup bibir)
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dan potonglah kumis-kumis.” (HR. Bukhari, Muslim). Sabdanya pula, “Barangsiapa yang tidak memotong kumisnya, maka dia bukan termasuk dari (golongan) kami.” (shohih, HR. Tirmidzi). Ibnu Hazm rohimahulloh berkata, “Ada ijma’ yang menetapkan bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot (panjang) adalah fardhu.” (Tahrim Halq Al Liha)

Memelihara jenggot dan tidak memotongnya
Jenggot adalah rambut yang tumbuh di kedua pipi dan dagu. Jenggot merupakan perhiasan laki-laki yang merupakan lambang kesempurnaan dan membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dikatakan demikian sebab perempuan tidak berjenggot. Memeliharanya wajib dan mencukurnya harom, sebab hal ini merubah ciptaan Alloh. Dan perbuatan merubah ciptaan Alloh adalah wangsit dari syaithon, "Akan aku suruh mereka (untuk merubah ciptaan Alloh) lalu mereka merubahnya" (An Nisaa': 119). Perbuatan ini juga merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) perbuatan orang kafir. Rosululloh bersabda, “Selisihilah orang-orang musyrik, perliharalah jenggot dan potonglah kumis" (HR. Bukhori Muslim). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Diharamkan mencukur jenggot berdasarkan hadits-hadits yang shohih dan tidak ada seorang ulama pun yang membolehkannya." (Al Ikhtiyarot Al 'Ilmiyyah). Jenggot inilah yang merupakan ciri khas para nabi, para sahabat, orang sholih dulu dan sekarang.
Namun sungguh sangat mencengangkan tatkala sebagian dari kaum muslimin mencela syariat yang mulia ini. Mereka menolak perintah ini dengan berbagai alasan yang lebih rapuh ketimbang sarang laba-laba bahkan menghina orang berjenggot dengan menggelari kambing, teroris, Amrozi dan berbagai julukan jelek lain. Allohu akbar! Ketahuilah, perbuatan mencela syariat adalah termasuk salah satu dari pembatal keislaman! Pantaskah seorang muslim bertindak demikian? Dimanakah nilai ketaatan mereka kepada Rosululloh?

Menggosok gigi / siwak
Mengosok gigi sangatlah dianjurkan, selain untuk kebersihan dan kesehatan, bersiwak juga mempunyai nilai ibadah yang sangat diridhai Alloh. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Siwak itu mensucikan mulut dan (mendatangkan) Keridhoan Ar-Robb.” (HR. Ahmad, An Nasai, Bukhori secara mu'allaq). Bersiwak disunnahkan pada beberapa waktu diantaranya setiap kali hendak wudhu, hendak sholat, membaca Al Qur'an, ketika bangun di malam hari dan beberapa waktu lain. Rosululloh bersabda, “Seandainya bukan karena khawatir memberatkan umatku, tentu kusuruh mereka bersiwak setiap hendak shalat.” (HR. Bukhori, Muslim). Sabdanya pula, “Seandainya bukan karena khawatir memberatkan umat, tentu kuperintahkan mereka bersiwak (pada setiap wudhu).” (HR. Bukhori, Ahmad, An-Nasai). Hudzaifah rodhiyallohu 'anhu berkata: “Adalah Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bilamana bangun malam beliau menggosok giginya dengan siwak.” (HR. Bukhari,Muslim). Bahkan dalam keadaan berpuasa beliau juga bersiwak. Amir bin Robi’ah berkata, “Tidak terhitung saya melihat Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersiwak dalam keadaan puasa.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi berkata derajad hadits ini hasan). [Buletin At Tauhid / Abu Uzair Boris]

Monday, August 27, 2007

Virus di Tengah Masyarakat

VIRUS YANG MEWABAH DITENGAH UMMAT

Sungguh aneh bin ajaib kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa pada saat ini dakwah yang menyerukan kepada tauhid dan mengingatkan pada syirik adalah sudah tidak relevan. Sebab di zaman yang modern seperti ini sudah banyak orang yang mempercayai adanya Tuhan dan sangat jarang ditemui ada orang yang menyembah patung, bintang, matahari, berhala dan sebagainya. Mereka juga mengatakan bahwa sekarang ini kita harus memfokuskan dan memperhatikan bagaimana kita harus melawan orang-orang kafir dan merebut kekuasaan. Pandangan seperti ini muncul karena memang dangkalnya ilmu dan pemahaman yang ada pada orang tersebut, tidak faham apa itu pengertian tauhid dan syirik dengan benar, serta tidak faham dengan inti dakwah setiap rosul. Bukan berarti bahwa melawan orang kafir itu tidak penting. Tidak, sekali-kali tidak! Dengan tulisan ini semoga dapat mendudukkan masalah ini secara benar dan dapat menyadarkan kaum muslimin dari keterlenaannya.

Tauhid bukan sekedar percaya adanya Tuhan
Sebagian kaum muslimin yang beranggapan bahwa apabila seorang itu telah mengakui adanya Tuhan, maka dia sudah dikatakan bertauhid. Mereka lupa bahwa ini hanyalah bagian dari tauhid, bahkan hanya bagian kecil darinya. Dan belumlah seseorang itu dianggap bertauhid hanya dengan bagian yang ini saja. Sedangkan bagian tauhid yang lain bahkan yang paling pokok di antaranya justru tidak faham. Setiap orang wajib mengesakan Alloh dalam rububiyah, uluhiyah dan asma wa shifat-Nya. Jika ketinggalan satu saja dari ketiga tauhid tersebut belumlah dia dikatakan sebagai seorang yang bertauhid.
Lihatlah kaum musyrik quroisy, bukankah mereka juga mengakui adanya Alloh, bahkan bukankah mereka juga menyembah Alloh? Kenapa mereka masih diperangi oleh Rosululloh? Alloh berfirman: ”Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Alloh’. Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak betakwa (kepada-Nya)?”(Yunus: 31).

Syirik bukan sekedar sujud kepada patung
Siyrik adalah menyamakan selain Alloh dengan Alloh dalam perkara yang menjadi kekhususan atau hak bagi Alloh. Dari definisi ini, maka jelaslah bagi kita syirik itu tidak hanya sebatas menyembah dan sujud kepada berhala, patung, matahari dan lain-lain, namun lebih luas daripada ini.
Kita lihat juga kaum musyrik yang diperangi oleh Rosululloh dulu, apakah mereka murni benar-benar menyembah atau sujud kepada berhala dan yang lainnya hanya karena mereka batu dan pohon? Ternyata tidak, Alloh menceritakan ucapan mereka: “Tidaklah kami menyembah mereka melainkan agar mereka dapat mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya” (Az-Zumar: 3). Mereka menyembah berbagai sesembahan tersebut dengan harapan akan memerantarai pada Alloh.
Syirik juga tidak terhenti di sini, ada juga syirik dalam ketaatan. Tatkala Rosululloh membacakan ayat: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tandingan (tuhan) selain Alloh” (At-Taubah : 31). Sahabat Adi bin Abi Hatim yang pada waktu itu baru masuk Islam menyanggah: “Tidaklah kami itu menyembah mereka”. Maka Rosululloh menjawab: “Bukankah mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut mengharamkan, dan bukankah mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Alloh lalu kalian pun ikut menghalalkan?” Maka Adi bin Abi Hatim pun menjawab: “Benar”. Rosululloh berkata: ”Itulah peribadahan kepada mereka”. Lalu sekarang, betapa banyak kaum muslimin yang mereka ikut menghalalkan yang semestinya harom dengan landasan hawa nafsu? Na’udzu billah.
Syirik tidak hanya terbatas pada amalan badan, namun juga amalan hati dan lisan. Alloh berfirman: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh” (Al Baqoroh : 165).

Realita yang ada dimasyarakat sekarang ini
Sungguh aneh masyarakat kita sekarang ini, mereka akan begitu sangat marah apabila ada orang non islam yang mempropagandakan agama mereka dan mengajak orang lain kepada agama mereka. Namun pada saat yang sama, dia telah membiarkan dirinya, anak-anaknya dan keluarganya untuk diseret dan dipengaruhi oleh kesyirikan dan dijauhkan dari aqidah yang lurus, yakni dengan membiarkan di rumahnya sebuah televisi yang tiap harinya selalu dijejali dengan acara-cara kesyirikan. Seolah-olah mereka mengatakan: “Mari silakan masuk, ajari dan pengaruhi keluarga kami dengan acara-acara syirik, bid’ah dan maksiat kalian”. Na’udzu billah!! Bukankah ini terjadi karena tidak fahamnya mereka terhadap apa itu syirik, ancaman dan bahayanya? Ataukah merasa juga telah merasa aman dan jauh akan terjatuh di dalamnya?
Anak-anak kita sudah terbiasa disuguhi dengan film tentang peri, hantu, dukun, sihir, jimat-jimat dan film misteri yang penuh kesyirikan. Sementara anak mudanya tenggelam dalam ramalan bintang/zodiak. Sadarlah wahai saudaraku! itu semua adalah termasuk amalan-amalan kesyirikan.
Dengan dalih Budaya dan Adat Istiadat
Lebih ironi lagi, ternyata kita juga hidup disuatu masyarakat yang diantara adat istiadat dan budaya mereka merupakan amalan-amalan kesyirikan. Ketika kita mengingatkan mereka ternyata mereka malah balik menuduh bahwa kita adalah orang yang kaku dan tidak faham terhadap esensi dan transformasi nilai. Namun sayang ketika mereka berusaha untuk dijelaskan dan diajak untuk “sedikit” berpikir, hati mereka sudah diliputi oleh dua penyakit yaitu taqlid (ikut-ikutan) dan ta’ashshub (fanatik). Kalau begitu, bagaimana kebenaran ini akan sampai?
Alloh berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Alloh," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami." (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" (Al-Baqoroh : 170).
Kita lihat di sana ada acara nyadran, sekaten, ngelarung, sedekah bumi/laut, suronan dan lain-lain, yang mana acara-acara itu di masyarakat kita sudah mendarah daging, bahkan sudah menjadi komoditi bisnis dan mata pencaharian. Sungguh ironi, mereka beralasan bahwa ini adalah budaya nenek moyang yang harus dilestarikan. Allohu akbar !! Inilah alasan yang menjadi jurus pamungkas kaum musyrikin jaman Rosululloh tatkala mulut mereka tidak mampu lagi menjawab hujjah Alloh, Na’udzu billah.
Mengingat akan parahnya keadaan ini, maka sudah menjadi tugas kita semua untuk saling mengingatkan dan terus untuk mengingatkan. “Dan tetaplah beri peringatan, karena peringatan itu memberikan manfaat terhadap orang-orang yang beriman” (Adz-Dzariyat : 55 ). [Buletin At Tauhid / Yusuf Abu Hudzaifah]

MENGEMBALIKAN KEMULIAAN UMMAT

MENGEMBALIKAN KEMULIAAN UMMAT
Tidak samar lagi bagi siapa yang mau mengamati kondisi umat Islam sekarang ini niscaya akan mendapati keadaan yang sangat memprihatinkan. Kaum muslimin hidup dalam kesengsaraan, kepedihan, berada di tengah keterpurukan dan mundur dalam hampir seluruh sisi kehidupan. Mereka telah direndahkan dan dihinakan oleh orang-orang kafir, harta mereka dirampas, negeri-negeri mereka diinjak-injak sehingga mereka pun hidup dalam keadaan bimbang, keguncangan, ketakutan dan was-was.

Mencari jalan keluar dari kehinaan
Keadaan ummat Islam yang demikian ini telah mengundang semangat bagi sebagian kaum muslimim untuk mengubah dan memperbaiki kerusakan. Hanya saja mereka berbeda-beda cara dalam menanganinya. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hal ini karena umat Islam terbelakang secara ekonomi atau tertinggal dalam masalah sains dan teknologi atau tidak punya persenjataan modern. Di antara mereka ada yang nekat menceburkan diri dalam sistem politik kafir, berusaha merebut kursi pemerintahan dan kekuasaan. Ada juga yang membentuk gerakan bawah tanah dengan mengatasnamakan jihad kemudian membuat kerusakan dan pengeboman di mana-mana. Ada pula yang berdemonstrasi di jalan-jalan menuntut ditegakkannya kembali daulah Islam.
Subhanalloh, sungguh mereka ini hendak berjuang tetapi tanpa dilandasi ilmu! Padahal jika mereka mau merenungi sejenak hadits Rosululloh tentulah mereka akan mendapati jawaban dan solusi terbaik yang dapat mengentaskan umat Islam dari kehinaan ini. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah (sejenis riba), disibukkan oleh peternakan dan pertanian, dan kalian tinggalkan jihad fi sabilillah, maka Alloh akan menimpakan kehinaan kepada kalian, Alloh tidak akan mencabut kehinaan itu dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian. (shohih, riwayat Abu Dawud)
Dari hadits Rosululloh tersebut maka jelaslah bagi kita bahwa keadaan buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini disebabkan sangat jauhnya mereka dari ajaran agama, jauh dari kitab Alloh dan Sunnah Rosul-Nya. Mereka disibukkan dengan kehidupan dunia dan melalaikan hak-hak Robb-nya. Kesyirikan yang merupakan dosa terbesar seolah-olah sudah menjadi profesi sehari-hari dan menjadi bagian hidup mereka, ibadah mereka dipenuhi dengn kebid’ahan dan keseharian mereka dijalani dengan bermaksiat kepada Penciptanya. Kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan inilah kotoran-kotoran yang merupakan sebab kehancuran bangunan Islam.

Tashfiyyah dan Tarbiyyah
Karena itu wajib bagi kita memulai langkah dengan mempelajari Islam yang haq sebagaimana jalan yang ditempuh pertama kali oleh Rosululloh dengan men-tashfiyyah (memurnikan) Islam dari kotoran-kotoran yang melekat padanya kemudian kita men-tarbiyyah (mendidik) diri kita dengan mengamalkan Islam yang telah dimurnikan ini. Ibarat gelas yang kotor, maka cucilah dahulu kotorannya baru kemudian diisi air. Demikianlah janji Alloh dalam salah satu firman-Nya,”Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku.” ( An-Nuur : 55) [ Buletin At Tauhid / Abu Ibrohim Hakim ]

Friday, July 13, 2007

Niat

N I A T

Syarat diterimanya amal ada 2 macam, yaitu ikhlas karena Alloh Ta’ala, dan Mengikuti petunjuk/tuntunan Rasulullaloh Sholallohu ‘alaihi wa salam. Niat, masuk dalm katregori ikhlas. Setiap amal seseorang tidak akan terlepas dari niat. Seorang berkata didalam hatinya bahwa habis makan akan mandi hal ini menunjukkan bahwa ia telah berniat untuk mandi. Seseorang berangkat dari rumah untuk sholat maghrib di masjid maka hal ini menyatakan bahwa ia telah berniat untuk sholat maghrib. Sehingga niat (an-niyah) dapat didefinisikan sebagai keinginan atau kehendak hati (al-qashdu).

Lalu bolehkah kita mengucapkan niat di lesan, bukankah ini perbuatan yang bagus untuk membantu menambah kekhusyukan kita didalam beribadah, seperti ketika akan sholat dengan membaca usholli fardho.....?. Niat adalah amalan hati maka niat bukanlah perkataan "nawaitu" ataupun "ushollii". Para ulama menyatakan bahwa melafazhkan niat termasuk bid'ah yang munkar, karena perbuatan ini tidaklah terdapat didalam Al-Qur'an dan tidakpula di dalam Sunnah Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam. Sedangkan telah kita ketahui bahwa asal dari suatu ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkannya (lihat Qawaid wa Fawaid min Arbain An-Nawawiyah).

Rosululloh adalah orang yang paling tahu dengan kebaikan tetapi beliau tidak mengamalkannya, lalu apakah kita akan berkata bahwa kita lebih mengetahui kebaikan daripada Rosululloh???

Kedudukan Niat dalam amal:

Di dalam Islam niat mempunyai kedudukan yang penting, sah ataupun tidaknya suatu amal dilihat dari niatnya . Di dalam amal niat berfungsi :

1. Sebagai pembeda antara ibadah dengan adat (kebiasaan)

Maka yang membedakan kita di dalam melakukan suatu amal adalah niat kita. Boleh jadi seorang beramal yang sama tapi satunya mendapat pahala dan satunya tidak mendapatkan pahala disisi Allah Ta'ala. Hal ini berdasarkan sabda Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan amalanya"(diriwayatkan Bukhori dan Muslim)

2. Sebagai pembeda antara ibadah yang satu dengan yang lain

Seseorang datang ke Masjid jam 4 pagi kemudian dia sholat dua rokaat, Apakah dia telah melakukan sholat shubuh? Maka hal ini dilihat sholat 2 rokaat tadi niatnya untuk sholat apa jika ia telah berniat sholat shubuh maka ia telah tercatat melakukan sholat shubuh, tapi jika niatnya bukan sholat shubuh tapi sholat rawatib qabliyah maka ia masih punya kewajiban untuk melakukan sholat shubuh. Hal ini juga berdasarkan hadits diatas bahwa setiap amal tergantung pada niatnya.

Didalam berniat yang sangat perlu diperhatikan adalah hendaknya niat itu ditujukan hanya pada Alloh Ta'ala saja dengan kata lain ikhlash. Karena percuma seorang telah beramal sekian banyak tapi jika tidak ikhlash maka hal ini tidaklah diterima disisi Alloh Ta'ala. Karena pentingnya ikhlash ini banyak ayat Al-Quran memeintahkan manusia untuk berbuat ikhlash didalam setiap ibadahnya diantara lain dalam surah Al-Bayyinah ayat 5 Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya "Padahal Mereka tidaklah disuruh kecuali untuksupaya menyembah Allah dengan memunikannketaatan kepada-Nya (mengikhlaskan amal untuk Allah saja)".Dan Sabda Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallam "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal kecuali dia niatkan amal nya untuk mencari wajah Allah" (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai dengan sanad jayyid ).

Semoga Alloh memberikan taufik dan hidayah-Nya untuk mengikhlaskan seluruh amal ibadah kita kepada Alloh Ta'ala. Wallohu a'lam

Thursday, May 31, 2007

Salut tuk Bang Yos

Salut tuk Gubernur DKI, Bang Yos

Kemaren tersiar berita di TV2, ttg kunjungan Bang Yos ke Austalia, tepatnya di Negara Bagian New South Wales, atas permintaan pemerintah Australia dalam rangka urusan kerjasama. Akan tetapi yang terjadi saat Sutiyoso sedang berada di kamar hotelnya, dua orang polisi Federal Australia masuk ke kamarnya dengan menggunakan kunci master milik hotel. Menurut Bang Yos, dua polisi Australia tiba-tiba meminta dirinya hadir dalam sidang pengadilan untuk kasus di Balibo, Timor Timur (Menurut Sutiyoso, timnya bukanlah tim berkode sandi Susi, namun Ummi). Permintaan itu tak dipenuhi Sutiyoso dan dianggap sebagai pelecehan terhadap dirinya sebagai pejabat negara. Sementara dalam jumpa pers di Balai Kota, Jakarta Pusat, dia menduga yang terjadi terhadap dirinya karena informasi yang tak akurat, terutama berkaitan tugasnya di Timtim dulu.

Akibat peristiwa tak mengenakkan itu, Sutiyoso kemudian merekomendasikan hubungan sister city antara Jakarta dan Kota Sydney, New South Wales yang terjalin sejak tahun 1994 ditinjau ulang. Dia beralasan, peristiwa yang dialaminya mencerminkan arogansi Australia terhadap Indonesia. Selain itu Sutiyoso juga meminta pemerintah Australia untuk minta maaf atas insiden itu.

Terlepas dari terlibat atau tidaknya Bang Yos dalam peristiwa itu, Saya sangat salut kepada bang Yos, karena tidak semua pejabat di negeri ini bisa bertindak begitu.. Setelah merasa dilecehkan, beliau langsung mempercepat kunjungan dan membatalkan beberapa pertemuan, bahkan meminta pemerintah Australia tuk minta maaf.. Salut dah buat Bang Yos...

Wednesday, May 30, 2007

Free e-book

Download Free e-book

Bagi teman2 yang suka download/yang lagi cari gratisan ebook, aku punya alamat download gratisan ebook. Coba saja di situs ini: http://www.toebook.com .

Kategorinya lumayan banyak koq… Coba saja dibuka.. Oia, file nya dalam format PDF atau CHM

Dah dulu ya.. Kalo ada yan gtau alamat download gratisan ebook, tlg tambahi di comment artikel ini ya.. Thx b4

ToReN = YanTO keREN

Penghuni Lab

Enaknya Jadi Penghuni Lab

Tau ga enaknya jadi penghuni Lab??? Yang jelas selain dapat fasilitas alat2 tuk ngerjain TA, seperti osiloskop, AFG dan Frequency Generator yang ga mungkin kita beli sendiri, kita juga dapat fasilitas tambahan, yaitu ngenet 24jam sehari, 7 hari seminggu non stop dengan unlimited access… (asal internetnya ga dimatikan sama admin) Bayangin saja kecepatan downloadnya bisa sampe 300 kBps.. Jadi download file 131 MB Cuma 10 menit.. Bayangin, Cuma 10 menit tok.. Kalo di warnet2, 10 menit paling Cuma bisa tuk download 10 MB (itupun dah bersyukur…). Yah emang siy, ga selamanya 300 kBps.. yang jelas kecepatan download minimal rata2 10 – 40 kBps kalo siang/jam rame. Kalo jam malem/jam2 sepi bisa sampai diatas 70 kBps.. Lumayan kan..

ToReN = YanTO keREN

Wednesday, May 23, 2007

Sahabat pengkhianat

Sahabat

Sahabat tempat kita berbagi susah...

Sahabat tempat berbagi derita...

Sahabat tempat berbagi duka...

Sahabat tempat kita bersandar dikala kita susah...

Sahabat berguna jika kita menderita...

Sahabat kita kunjungi jika kita sedang berduka

Malangnya menjadi seorang sahabat yang loyal...

Sahabat yang hanya berguna disaat-saat susah...

Sahabat yang dicampakkan ketika derita sudah hilang...

Habis manis sepah dibuang...

Saya kira tidak berlebihan apa yang saya tulis dalam beberapa baris di atas. Terkadang kita begitu jahat memperlakukan teman, bahkan sahabat kita. Seringkali kita begitu dekat kepada teman kita (terutama) disaat kita butuh bantuannya. Namun ketika kita sudah tidak membutuhkan bantuannya, kita meninggalkan teman kita begitu saja.. Habis manis sepah dibuang.

Mungkin jika sekedar hubungan pertemanan hal itu sudah biasa dan tidak terlalu “sakit hati”. Yang jadi masalah adalah jika yang melakukan hal itu adalah seseorang yang kita anggap sebagai teman akrab/sahabat karib kita. Tentu saja rasanya akan sangat lain. Hati kita yang merasa “dikhianati“ oleh sahabat jauh lebih sakit daripada dikhianati teman biasa.

Seringkali kita jumpai ada orang yang begitu perhatian dan begitu baiknya kepada sahabatnya, apa yang sahabatnya perlukan dia bantu mendapatkannya walau sahabatnya tersebut tidak meminta bantuannya. Seseorang yang mendahulukan kepentingan sahabatnya di atas kepentingan dirinya sendiri... Namun tak jarang juga kita jumpai, balasan dari sahabat yang mendapatkan perlakuan baik itu justru sebaliknya. Sahabat tersebut memang dekat dikala dia sedang kesusahan/menderita/butuh bantuan, tetapi giliran penderitaan/kesusahan yang dia alami sudah hilang, dia begitu saja “menghilang” dan mencampakkan sahabatnya tersebut... dan hanya kembali ke sahabatnya itu jika dia mengalami penderitaan/kesusahan lagi...

Masih adakah orang yang tega berbuat seperti itu?? Tentu saja masih. Jujur saja, aku beberapa kali diperlakukan seperti itu. Tapi bagiku tak ada kata dendam. Memang terkadang aku ingin membalasnya, dalam artian mau meninggalkanya/menjauhinya. Tapi apa untungnya bagiku. Jika aku melakukan seperti itu, berarti aku lebih jahat daripada orang yang aku balas. Bukankah balas dendam selalu berbuat lebih kejam daripada apa yang telah diperbuat terhadap kita. Selain Alloh melarang kita balas dendam sekalipun terhadap orang yang telah berbuat jahat kepada kita, jika kita berniat menjauhi teman kita, berarti kita telah memutus tali hubungan silaturrohmi, tentu saja dosanya jadi semakin besar... Alhamdulillah, saya masih bisa berpikir jernih, dan semoga selamanya bisa berpikir jernih untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Soal teman/sahabat yang mau seenak hatinya memperlakukan teman/sahabatnya itu urusan Alloh, biar Alloh yang menghakiminya. Syukur2 kita bisa memaafkan kesalahan sahabat/teman kita yang berbuat demikian. Bukankah ada sahabat Nabi yang dijamin masuk surga, padahal amalnya biasa saja, hanya ibadah2 yang wajib. Ingat kisahnya? Seperti yang disampaikan ibnu Umar, kisahnya kurang lebih sebagai berikut: Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda (kurang lebih), sebentar lagi ada ahli surga yang datang. Tak berapa lama kemudian datanglah si fulan. Kejadian tersebut berulang 3x berturut2. Kemudian ibnu Umar menyelidiki si fulan tersebut. Ibnu Umar menemui si fulan dan menceritakan kalo beliau (ibnu Umar) sedang ada masalah dengan ayahnya, jadi beliau meminta diizinkan menginap di rumah si fulan tersebut. Tanpa keberatan si fulan mengizinkan ibnu Umar menginap di rumahnya. Selama menginap di rumah si fulan tersebut, ibnu Umar menyelidiki amal ibadah yang dilakukan si fulan, yang menyebabkan Rasulullah SAW menggolongkan si fulan termasuk ahli surga. Selama menginap itu pula ibnu Umar tidak menjumpai amal ibadah yang istimewa pada diri si fulan. Bahkan si fulan tidak melakukan sholat malam, si fulan hanya melakukan ibadah wajib saja. Setelah beberapa hari menginap dan menyelidiki, akhirnya ibnu Umar mengatakan yang sesungguhnya kepada si fulan. Ibnu umar mengatakan kalo sebenarnya beliau telah berbohong. Sebenarnya beliau tidak ada masalah dengan ayahnya. Beliau menginap di rumah si fulan hanya untuk menyelidiki amal ibadah apa yang dilakukan si fulan, yang menyebabkan si fulan digolongkan penghuni surga oleh Rasulullah SAW. Setelah mengatakan yang sebenarnya, kemudian ibnu Umar bertanya kepada si fulan apakah si fulan punya amalan istimewa. Mendengar pertanyaan ibnu Umar tersebut, si fulan menjawab bahwa sesungguhnya dia tidak punya amal/ibadah yang istimewa, hanya saja tiap kali sebelum tidur, si fulan memaafkan semua kesalahan2 saudara2nya/teman2nya yang diperbuat terhadapnya.

Jujur Ajur

Susahnya jadi orang jujur

Saya melihat tayangan berita dari MetroTV, tentang 3 orang guru yang terancam dipecat oleh sebuah sekolah menengah swasta di Medan. Penyebab keitga guru tersebut dipecat adalah gara-gara ketiga guru tersebut membocorkan kecurangan yang terjadi di sekolah tersebut ketika melakukan Ujian Nasional. (metroTV 23 Mei 2007)

Apakah sebegitu parahnya bangsa kita ini.. Dimana akhlak baik diberantas dan akhlak jelek dipelihara... Bagaimana pula generasi penerus bangsa ini bisa menjadi generasi yang baik, jika profil sekolah yang mendidik mereka sudah mengajarkan sesuatu yang jelek kepada anak didiknya. Sebuah lembaga yang seharusnya memberi pengajaran yang baik, malah memberikan pengajaran yang jelek kepada anak didiknya. Memang benar, tidak semua lembaga pendidikan seperti itu.. Tapi sayangnya, kenyataan yang terjadi di bangsa kita memang demikian adanya.

Sudah sangat sering kita lihat, baik melalui media maupun secara langsung, bahwa kebaikan dan kebenaran diberantas dengan kejelekan dan kebatilan. Sering kita jumpai, jika ada orang jujur di suatu kantor/perusahaan tiba2 orang jujur tersebut kerjanya dipindah ketempat lain, (yang ironisnya) tempat kerja barunya biasanya lebih terpencil dan lebih ga enak...

Yang jadi masalah adalah, bagaimana cara mengatasi semua itu. Memang tidak mudah untuk merubah sistem yang sudah sedemikian kacau dan membudaya di bangsa kita ini. Betapapun dibuat suatu peratuan ataupun yang lainnya untuk sistem yang sudah mengakar ini, tentu tidak dapat merubah sistem tersebut menjadi sesuatu yang lebih baik. Tentu saja tidak bisa.. Lha pembuat/aparat/pelaksana peraturan saja belum bisa dijadikan contoh yang baik...

Solusinya??? Ya tentu saja mulai dari diri kita kemudian keluarga kita sendiri. Memang butuh waktu yang lama untuk cara ini, tapi mungkin ini jauh lebih efektif.. Penanaman nilai2 moral dan nilai2 agama/religius perlu ditanamkan sejak dini.. Aku yakin, seseorang yang punya agama dan mengenal Tuhannya, pasti akan berbuat sebaik2nya dalam kehidupan ini. Ingat, orang yang mengenal siapa Tuhannya, bukan orang yang tahu nama Tuhannya...

Saturday, May 12, 2007

Takut Tua daripada Takut Mati

Lebih Takut Tua daripada Takut Mati

Orang sekarang ternyata lebih takut tua daripada takut mati...Ga percaya?? Banyak tuh buktinya.. Banyak orang membeli kosmetik agar awet muda/terhindar dari penuaan, bahkan ada kosmetik yang terbuat dari emas 24 karat... MasyaAlloh... Manusia zaman sekarang tambah aneh-aneh saja.. Tapi sayang, mereka takut tua tapi tidak takut mati.

Yang dimaksud takut mati bukan takut saat menghadapi kematiannya, karena setiap yang bernyawa pasti akan mati.. Tapi yang dimaksud disini takut terhadap sesuatu yang terjadi setelah kita mati, seperti siksa kubur, adzab akhirat dll. Karena tidak ada yang bisa menjamin kita kalo kita pasti akan mendapatkan kebahagiaan setelah kita mati. Para Nabi saja yang dijamin masuk surga oleh Alloh SWT saja takut terhadap siksa dan Adzab Alloh SWT...!!! Okelah, kalo ada yang bilang “Ya wajar lah.. mereka kan para Nabi...” Ada contoh lagi dari manusia yang bukan Nabi yang patut kita jadikan teladan.. Siapa mereka? Yup.. mereka adalah para sahabat nabi, yang mereka ridlo kepada Alloh dan Alloh pun ridlo kepada mereka (Rodliyalloohu ‘anhu wa rodluu ‘anhu). Para sahabat nabi juga takut kalo kalo mereka mendapat adzab Alloh... Padahal kita tahu, bagaimana keimanan dan kezuhudan mereka.. Lalu bagaimana dengan kita.. yang sholat saja masih semrawut ga karuan.. Masih mending semrawut, kadang malah sering kita lewatkan sholat wajib begitu saja tanpa ada perasaan berdosa...

Intinya, marilah kita perbaiki diri kita, khususnya hati kita.. agar hati kita senantiasa bersih.. Jangan hanya menjaga kebersihan badan saja.. Bersihkan juga keislaman dan keimanan kita... Karena terkadang kita lebih resah dan gelisah kalo jasmani kita sakit.. Tapi kita tidak pernah peduli jika yang sakit itu hati kita... Na’uzhu billaaahi min dzalik..

Thursday, April 19, 2007

IPDN

Obrolan Ibu-Ibu tentang IPDN

Suatu sore di sebuah kampung sekelompok ibu-ibu berkerumun sedang belanja sayur sambil ngobrol seru, nampak wajah mereka sangat serius. Asyik sekali.. pikir saya pasti sedang ngegosipin artis sinetron. Namun dilihat dari raut mukanya tampaknya mereka kesal sekali, diam-diam saya mendekat bukan maksud mau nguping tetapi penasaran aja dengan tema yang sedang dibicarakan.
Ooh.. aku baru tau nampaknya mereka sedang ngobrolin tayangan berita sebuah stasiun TV tentang kasus penganiayaan di IPDN. Berikut sedikit petikan pembicaraan yang seru dan meledak-ledak dari para "pengamat berita" ini....

" tuh kan apa gue bilang IPDN itu, Institut Penganiayaan Dalam Negeri... ! masak anak orang dihabisin hanya gara-gara telat datang ke acara yang nggak jelas, dasar gak tau diri !".
" Bukan nyak tapi IPDN itu, Institut Pembantaian Dalam Negeri..!" sahut ibu penjual sayur tak mau kalah.
"Kalo nurut saya sih masih jadi pelajar aja kayak gitu ntar kalo udah jadi pejabat pasti jadi diktator, makanya IPDN itu, Institut Pengkaderan Diktator Negara..!" seru ibu yang sedari tadi bolak balikin sayur bayam.
" Betul juga jeng Neni tapi saya paling gak suka sama kelakuan mereka yang suka maen keroyok kalo berani
kenapa gak satu lawan satu tuh kayak di pilem koboy makanya dinamain aja IPDN, Institut Paling Demen
Ngeroyok..!! " seru ibu gendut itu gemas sambil membanting labu siam diantara sayur yang makin
berserakan.
"Iya betul tuh sekalian aja dinamain IPDN, Ikatan Praja Doyan Nonjok ...!" sambar bu RT sambil
bersungut-sungut
"IPDN, Injak Pukul Dorong Nah ... mati..!! celetuk ibu bertubuh kerempeng itu sambil praktekkan gaya silatnya.
"Inginnya Pendidikan Dapetnya Nisan nah itulah IPDN. kasihan orang tua yang udah susah payah kirim anaknya
kesana pulang-pulang bikin batu nisan... !!" tukas bu Neni makin kesal.
" Yang kayak gini neh pasti kerjaan para pejabat yang gak punya tanggung jawab dan wawasan kebangsaan,
mestinya kan mereka sebagai pengontrol dan pengawas tetapi kenapa korban udah berjatuhan kayak gini kok
didiemiin aja dari dulu, kayaknya sih sengaja biar budaya pejabat junior harus takut dengan senior tetap hidup, kan ntar gampang diajak kongkalikong kali ya ?
namanya juga IPDN, Ideologi Pejabat Durjana Negara", sahut ibu setengah baya berkerudung itu.
"Yah IPDN, Inilah Pendidikan Dalam Negeri kita.. pantas aja korupsi gak habis-habis wong mentalnya aja udah kayak mafia.

Tiba-tiba nenek tua yang sedari tadi diam saja tergopoh-gopoh keluar dari kerumunan menuju kearah
rumah bu RT, sambil iseng saya pun bertanya, "nek kalo menurut nenek IPDN itu apa ?".
Nenek itu melotot kesal kearahku sambil berteriak, "Ingin Pipis Dulu Nak ...!!".
Ups..!

Sumber: Milis Elektro UNDIP

Deteksi Kanker Mulut Leher Rahim

barangkali berguna buat para ibu, calon ibu, dan yang sayang ibu

Metode Murah untuk Deteksi Kanker Mulut Leher Rahim

Jakarta - Kanker serviks atau mulut leher rahim masih menjadi momok bagi kaum perempuan. Jika tes papsmear terlalu mahal, saat ini ada metode baru untuk mendeteksi dini penyakit ini dengan biaya lebih murah.

Menurut spesialis obstetri dan ginekologi dr Dwiyana Acviyanti, metode baru itu dikenal dengan IVA alias inspeksi visual dengan asam asetat. Dengan metode ini, para perempuan dari berbagai kalangan diharapkan dapat mendeteksi kanker serviks secara dini untuk mengurangi angka kematian.

"Kalau papsmear mungkin masih mahal. Dengan IVA, semua kalangan bisa melakukannya," kata Dwiyana dalam Kampanye Bantu Cegah Kanker di Kafe Kembang Goela, Plasa Sentral, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2007).

Dwiyana mengatakan, metode baru ini menggunakan media asam asetat. Para perempuan bisa datang ke dokter kandungan, kemudian dokter akan menyemprotkan asam asetat ke bagian leher rahim (epitel).

"Jika di bagian leher rahim yang tadinya berwarna merah muda berubah menjadi putih, dalam jangka waktu 5-10 tahun, itu kemungkinan akan menjadi prakanker," ujar Dwiyana.

Jika gejala itu ditemukan, maka dokter akan melakukan pembekuan terhadap kulit tersebut sehingga tidak menjadi kanker. "90 Persen tidak akan jadi kanker," tandasnya.

Sumber: detikcom – IVA (milis EE UNDIP)

Friday, March 23, 2007

SutroH...

Awas, Setan Lewat di Depanmu !

Acapkali kita lihat seseorang dengan santai berlalu-lalang di depan orang yang sedang sholat tanpa merasa risih, padahal perbuatan sembrono ini bisa mengurangi pahala sholat orang lain atau bahkan sampai membatalkannya. Imam Adz Dzahabi telah memasukkah perbuatan tersebut sebagai perbuatan dosa besar sebagaimana dalam kitab Al Kabaair, begitupula para ulama lain juga menyatakan demikian. Kesalahan ini diperparah dengan sholatnya seorang tanpa menghadap tabir pembatas (baca : sutroh) di depannya, sehingga orang lain merasa leluasa berlalu lalang sementara ia sendiri juga tidak berusaha menghalangi.

Perintah Nabi agar Sholat Menghadap Sutroh dan Mendekat Kepadanya

Ketahuilah, disyariatkannya sholat menghadap pembatas/sutroh telah ditegaskan oleh perintah Rosululloh dalam banyak hadits dan perbuatan beliau. Bahkan banyak dari kalangan ulama yang menyatakan wajibnya mengambil sutroh. Rosululloh bersabda, Janganlah kalian sholat kecuali menghadap sutroh, dan jangan biarkan seorangpun lewat di depanmu, jika dia enggan maka tolaklah dengan lebih keras, karena syaithon bersamanya” (HR Muslim, Ibnu Khuzaimah) dalam riwayat lain, “…karena sesungguhnya dia itu adalah syaithon (HR. Bukhori, Muslim). Perintah tersebut berlaku baik seseorang takut akan ada yang lewat di depannya atau tidak, di manapun ia berada. Dan hukum ini ditujukan untuk orang yang sholat sendirian dan bagi imam. Adapun makmum tidak disyari’atkan mengambil sutroh dan sutrohnya adalah sutroh imam.

Sutroh dapat berupa dinding, tiang, tongkat, punggung orang atau sejenisnya yang dapat menjadi pembatas sholatnya. Adapun tingginya telah Rosululloh jelaskan, Setinggi pelana (sekitar 2/3 hasta) (HR. Muslim). Namun apabila lebih tinggi dari itu, maka lebih baik. Sebab dengan demikian akan lebih menutup pandangannya sehingga mudah menghadirkan hati serta mencegah dari batalnya sholat atau kekurangsempurnaan.

Haromnya Lewat di Depan Orang Sholat

Perhatikanlah, jika engkau telah sholat menghadap sutroh, maka mendekatlah sehingga tempat sujudmu tepat sebelum sutroh dan jangan biarkan siapapun lewat di depanmu. Adapun yang berada di luar sutroh maka tidak ada hak bagimu untuk menghalanginya. Dan hendaklah orang yang lewat di depan orang yang sholat takut akan dosa yang diperbuatnya. Camkan baik-baik sabda Rosululloh, Seandainya seseorang tahu dosanya lewat di depan orang sholat, maka lebih baik baginya berhenti selama 40 (tahun)”. (HR Bukhori, Muslim) Bahkan jika seseorang tidak bersutroh tetap saja harom lewat di depannya sampai batas tempat sujudnya, karena haknya tidak lebih dari tempat yang ia butuhkan untuk sholatnya. Dan bila engkau telah berusaha menghalangi, sementara ia bersikeras dan berhasil lewat, maka ia mendapat dosa dan sholatmu tidak berkurang kesempurnaannya.

Bolehnya lewat di depan shof makmum

Dalam sholat berjama’ah, yang menjadi sutroh makmum adalah sutroh imam, sehingga yang terlarang ialah lewat di depan imam. Hal ini didasari oleh perbuatan Ibnu Abbas ketika beliau menginjak usia baligh. Beliau pernah lewat di sela-sela shof jamaa’ah yang diimami oleh Rosululloh dengan menunggangi keledai betina, lalu turun melepaskan keledai baru kemudian bergabung dalam shof. Dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan tersebut (Riwayat Bukhori Muslim). Namun demikian, bila seseorang mendapatkan jalan lain agar tidak lewat di depan shof makmum maka ini lebih baik, sebab perbuatan tersebut jelas akan mengusik konsentrasi.

Batalnya sholat seseorang bila dilewati tiga makhluk

Ketahuiah, lewat di depan orang sholat dapat mengurangi pahala sholat atau bahkan dapat membatalkannya. Rosululloh bersabda, Membatalkan sholat (lewatnya) anjing hitam, dan wanita baligh(HR. Ahmad, An Nasa’i) Dan dalam riwayat Muslim disebutkan juga keledai. Ibnu Mas’ud berkata bahwa orang yang lewat di depan orang sholat (selain tiga jenis tadi) bisa mengurangi pahala orang yang dilewatinya (Riwayat Ath Thobroni, Ibnu Abi Syaibah).

Saudaraku, jangan sampai tiga makhluk tadi lewat di depanmu saat sholat sehingga sholatmu batal, dan halangilah setiap orang yang hendak lewat untuk memberikan peringatan bagi orang yang melampaui batas tersebut agar lebih berhati-hati ! Wallohu a’lam.

(Disarikan oleh Johan Abu Yusuf dari kitab Asy Syarhul Mumti’ karya Syaikh Utsaimin, Al Wajiz karya Syaikh Abdul Azhim bin Badawi dan Al Qoulul Mubin Fii Akhtho’il Mushollin karya Syaikh Masyhur Hasan Salman).

Ghibah / Ngrasani / Menggunjing

Ghibah (Ngrasani / menggunjing)

Ghibah (menggunjing/ngerasani) adalah dosa besar yang tersebar dan banyak dilakukan oleh manusia. Padahal Alloh telah memisalkan orang yang melakukannya sebagai orang yang memakan bangkai daging saudaranya, dalam firman-Nya "Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya" (Al Hujurat : 12). Ghibah adalah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut dengan sesuatu yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Contohnya seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau dalam agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain.

Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab, "Yang kukatakan ini benar adanya!", padahal perbuatan tersebut jelas ghibah. Ketika Rosululloh ditanya bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan, beliau menjawab, "Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya." (HR. Muslim)

Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya yang intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada 'Aisyah Rodhiyallohu 'Anha. Ketika wanita itu sudah pergi, 'Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rosululloh lantas bersabda, "Engkau telah melakukan ghibah!". Contoh lainnya seperti gerakan memperagakan gerak orang lain seperti cara jalan, cara berbicara dan lain-lain. Bahkan demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena mengandung unsur memberitahu kekurangan orang dan mengandung tujuan mengejek atau meremehkan. Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.

Macam dan Bentuk Ghibah

Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya' seperti mengatakan, "Saya berlindung kepada Alloh dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Alloh menjagaku dari perbuatan itu." padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan, "Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar." Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang sholeh yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan: "Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Alloh agar dia tidak lagi diremehkan." Ucapan semacam ini bukanlah doa, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak mengutarakannya semacam itu. Bentuk ghibah lainnya yaitu perkataan-perkataan yang memiliki unsur perendahan seperti perkataan "Ayahnya seorang petani" atau mengenai akhlak semisal perkataan "Dia sombong" atau mengenai fisik seperti "Badannya gemuk".

Taubat dari Ghibah

Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Alloh Ta'ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang oleh-Nya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya, yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya, harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjukkan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya. [Buletin At Tauhid, oleh: Abu Uzair Boris]

Tuesday, February 13, 2007

Hadits Dloif yang populer

Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina

"Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina"

Kita sering mendengar ungkapan: "Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina". Kalo ungkapan tersebut sebagai penyemangat tidak apa-apa.. tapi yang jadi masalah adalah ungkapan itu dinisbatkan oleh Rasululloh SAW. Penisbatan (penetapan) ungkapan itu dari Rasululloh adalah sesuatu yang perlu menjadi perhatian. Karena ternyata riwayat tersebut adalah dloif, bahkan bathil, yaitu bukan dari Rasulullah, atau dengan kata lain Rasulullah tidak pernah mengatakan ungkapan tersebut. Jadi kita tidak boleh menisbatkan ungkapan tersebut kepada Rasulullah SAW, apapun alasannya apalagi mengharap dapat pahala karena mengamalkan ungakapan tersebut. Karena pada masa itu, sumber dari segala sumber ilmu adalah di Arab (baca: Mekah dan Medinah), pernyataan ini diungkapkan oleh sahabat/tabi'ien. Berikut adalah penjelasan ttg hadits tersebut oleh seorang ahli hadits yang tsiqoh (terpercaya)...

Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani Rohimahullah menulis:

Riwayat ini batil. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Adi II/207, Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/106, al-Khatib dalam at-Tarikh IX/364 dan sebagainya, yang kesemuanya dengan sanad dari al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Kemudian semuanya menambahkan lafazh fa inna thalabal ilmi faridlatun 'ala kulli muslimin. Ibnu Adi berkata, "Tambahan kata walaw bish Shin kami tidak mengenalinya kecuali datang dari al-Hasan bin Athiyah." Begitu pula pernyataan al-Khatib dalam kitab Tarikh seperti dikutip Ibnul Muhib dalam al-Fawa'id.

Kelemahan riwayat ini terletak pada Abu Atikah yang telah disepakati muhadditsin sebagai perawi sanad yang sangat dha'if. Bahkan oleh Imam Bukhari dinyatakan munkar riwayatnya. Begitu pula jawaban Imam Ahmad bin Hanbal ketika ditanya tentang Abu Atikah ini.

Ringkasnya, susunan dari hadits di atas adalah sangat dha'if atau bahkan sampai pada derajad batil. Saya kira kebenaran ada pada ucapan Ibnu hibban dan Ibnul Jauzi yang berkata bahwa hadits di atas tidak ada sanadnya yang baik atau bahkan dianggap baik sampai derajad dapat dikuatkan atau saling menguatkan antara satu sanad dengan sanad yang lainnya.

Adapun bagian kedua (tambahannya), mungkin dapat dinaikkan derajadnya kepada hadits hasan, seperti diutarakan oleh al-Mazi sebab sanadnya banyak yang bersumber pada Anas r.a. Dalam hal ini dari hasil penyelidikan yang saya lakukan, saya telah menemukan delapan sanad yang dapat diandalkan yang kesemuanya bersumber kepada sahabat Rasulullah saw., diantaranya adalah Anas, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud, Ali, Abu Said, dan sebagainya. Hingga kinipun saya masih menelitinya hingga saya benar-benar yakin dalam memvonis shahih, hasan ataupun dha'ifnya sanad-sanad tersebut. Wallahu a'lam.

Sumber:

Judul Asli: Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah

Judul: Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'

Penulis: Muhammad Nashruddin al-Albani

Penterjemah: A.M. Basamalah, Penyunting: Drs. Imam Sahardjo HM.

Cetakan 1, Jakarta

Gema Insani Press, 1994

Jln. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740

Cetakan Pertama, Shafar 1416H - Juli 1995M

Komentar/penjelasan saya: dari penjelasan syaikh Al –Albani dapat ditarik kesimpulan:

  1. Tambahan Lafazh “walaw bish Shin” (walau sampai ke negri China) adalah sangat dloif, bahkan imam Bukhori menyatakan mungkar, jadi tidak boleh diamalkan..
  2. Lafazh “fa inna thalabal ilmi faridlatun 'ala kulli muslimin” (maka sesungguhnya menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim (lelaki dan perempuan)) adalah hasan, jadi boleh diamalkan…

Thursday, February 1, 2007

Agar ibadah diterima disisi Alloh

Pernahkah terlintas di benak kita suatu pertanyaan "Apakah ibadah yang telah saya kerjakan diterima di sisi Alloh SWT...???" Lalu apa sih syarat diterimanya suatu amal ibadah? Apakah ikhlash saja sudah cukup??? Ternyata tidak cukup dengan ikhlash, tapi kita juga harus mengikuti tuntunan Rasululloh SAW, sebagaimana dalam sabda beliau: "Barangsiapa yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia tertolak.”(Shohih, HR Muslim). Nah.. untuk mengetahui apakah amalan yang kita lakukan sudah ada dasarnya/sesuai dengan tuntunan Rasululloh SAW apa belum, maka kita harus perbanyak belajar ilmu agama terutama berhubungan dengan amalan2 wajib seperti sholat, puasa dll. Berikut adalah pembahasan selengkapnya....
Alloh yang Maha Bijaksana tentulah tidak menciptakan sesuatu kecuali dengan hikmah yang agung. Alloh berfirman,”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(Adz Dzariyat:56). Mungkin kita sudah hafal tujuan tersebut karena sering kita dengar, tapi pernahkah terlintas di benak kita apakah ibadah kita itu diterima ataukah tidak? Maka, tidak ada seorangpun yang dapat menjamin hal ini, sehingga sudah seharusnya bagi tiap mukmin untuk beramal dengan senantiasa berharap dan cemas. Berharap agar ia mendapat ridho Alloh serta janji-janji yang sudah ditetapkan Alloh dalam Al Qur'an dan cemas kalau-kalau ibadahnya tidak diterima. Dan janganlah ia berdecak kagum atas amal yang ia lakukan dan merasa bahwa ibadahnya pasti diterima.

Ingatlah firman Alloh, "Katakanlah: "Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (Al Kahfi:103,104). Siapakah yang lebih rugi dari orang semacam ini?, yang telah beramal dengan susah payah sewaktu masih hidup di dunia tapi ternyata sia-sia dan tidak diterima oleh Alloh Ta'ala.

Apakah Makna Ibadah?

Ibadah secara bahasa bermakna merendahkan diri dan tunduk. Sedang secara istilah, ulama banyak memberikan makna. Namun makna yang paling lengkap adalah seperti yang didefinisikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu: suatu kata yang meliputi segala perbuatan dan perkataan; zhohir maupun batin yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh Ta’ala. Dengan demikian ibadah terbagi menjadi tiga , yaitu: ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan.

Syarat diterimanya Amal ibadah

Ketahuilah, semua amalan dapat dikatakan sebagai ibadah yang diterima bila memenuhi dua syarat, yaitu Ikhlash dan mutaba’ah (mengikuti tuntunan Nabi Shollallohu ‘alaihi wassalam). Kedua syarat ini terangkum dalam firman Alloh, "…Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang sholih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al Kahfi:110). Beramal sholih maksudnya yaitu melaksanakan ibadah sesuai dengan tatacara yang telah diajarkan oleh Nabi, dan tidak mempersekutukan dalam ibadah maksudnya mengikhlashkan ibadah hanya untuk Alloh semata.

Hal ini diisyaratkan pula dalam firmanNya, (Tidak demikian) dan bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Alloh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Robbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(Al-Baqoroh:112). Menyerahkan diri kepada Alloh berarti mengikhlashkan seluruh ibadah hanya kepada Alloh saja. Berbuat kebajikan (ihsan) berarti mengikuti syari’at Rosululloh.

Syarat pertama (ikhlash) merupakan konsekuensi dari syahadat pertama (persaksian tiada sesembahan yang benar kecuali Alloh semata). Sebab persaksian ini menuntut kita untuk mengikhlashkan semua ibadah kita hanya untuk Alloh saja. Sedang syarat kedua (mutaba’ah) adalah konsekuensi dari syahadat kedua (persaksian Nabi Muhammad sebagai hamba dan utusan-Nya).

Ikhlash dalam ibadah

Seluruh ibadah yang kita lakukan harus ditujukan untuk Alloh semata. Walaupun seseorang beribadah siang dan malam, jika tidak ikhlash (dilandasi tauhid) maka sia-sialah amal tersebut. Alloh berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan agar mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (Al Bayyinah:5). Maka sungguh beruntunglah seseorang yang selalu mengawasi hatinya, kemanakah maksud hati tatkala ia beribadah, apakah untuk Alloh, ataukah untuk selain Alloh.

Perhatikanlah jenis amal-amal berikut:

Amalan riya’ semata-mata, yaitu amalan itu dilakukan hanya supaya dilihat makhluk atau karena tujuan duniawi. Amalan seperti ini hangus, tidak bernilai sama sekali dan pelakunya pantas mendapat murka Alloh.

Amalan yang ditujukan kepada Alloh dan disertai riya’ dari sejak awalnya, maka nash-nash yang shohih menunjukkan amalan seperti ini bathil dan terhapus.

Amalan yang ditujukan bagi Alloh dan disertai niat lain selain riya’. Seperti jihad yang diniatkan untuk Alloh dan karena menghendaki harta rampasan perang. Amalan seperti ini berkurang pahalanya dan tidak sampai batal dan tidak sampai terhapus amalnya.

Amalan yang awalnya ditujukan untuk Alloh kemudian terbesit riya’ di tengah-tengah, maka amalan ini terbagi menjadi dua, jika riya’ tersebut terbersit sebentar dan segera dihalau maka riya’ tersebut tidak berpengaruh apa-apa. Namun jika riya’ tersebut selalu menyertai amalannya maka pendapat terkuat diantara ulama salaf menyatakan bahwa amalannya tidak batal dan dinilai niat awalnya sebagaimana pendapat Hasan Al Bashri. Namun dia tetap berdosa karena riya’nya tersebut dan tambahan amal (perpanjangan amal karena riya’) terhapus.

Sedang amal yang ikhlash karena Alloh kemudian mendapat pujian sehingga dia senang dengan pujian tersebut, maka hal ini tidak berpengaruh apa–apa terhadap amalnya.

Beribadah hanya dengan syari'at Rosululloh

Ketahuilah, ibadah bukanlah produk akal atau perasaan manusia. Ibadah merupakan sesuatu yang diridhoi Alloh, dan engkau tidak akan mengetahui apa yang diridhoi Alloh kecuali setelah Alloh kabarkan atau dijelaskan Rosululloh. Dan seluruh kebaikan telah diajarkan Rosululloh, tidak tersisa sedikitpun. Tidak ada dalam kamus ibadah sesorang melaksanakan sesuatu karena menganggap ini baik, padahal Rosululloh tidak pernah mencontohkan. Sehingga tatkala ditanya, "Mengapa engkau melakukan ini?" lalu ia menjawab, "Bukankah ini sesuatu yang baik? Mengapa engkau melarang aku dari melakukan yang baik?" Saudaraku, bukan akal dan perasaanmu yang menjadi hakim baik buruknya. Apakah engkau merasa lebih taqwa dan sholih ketimbang Rosululloh dan para sahabatnya? Ingatlah sabda Rosululloh, "Barangsiapa yang melakukan satu amalan (ibadah) yang tiada dasarnya dari kami maka ia tertolak.”(HR Muslim).

Perhatikanlah, ibadah kita harus mencocoki tatacara Nabi dalam beberapa hal:

Sebab. Ibadah kepada Alloh dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Contoh: Ada orang melakukan sholat tahajjud pada malam dua puluh tujuh bulan Rojab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi’roj Rosululloh (dinaikkan ke atas langit). Sholat tahajjud adalah ibadah tetapi karena dikaitkan dengan sebab yang tidak ditetapkan syari'at maka sholat karena sebab tersebut hukumnya bid’ah.

Jenis. Artinya ibadah harus sesuai dengan syariat dalam jenisnya, contoh seseorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi syari'at dalam jenisnya. Jenis binatang yang boleh dijadikan kurban adalah unta, sapi dan kambing.

Kadar (bilangan). Kalau ada seseorang yang sengaja menambah bilangan raka’at sholat zhuhur menjadi lima roka’at, maka sholatnya bid’ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syariat dalam jumlah bilangan roka’atnya. Dari sini kita tahu kesalahan orang-orang yang berdzikir dengan menenentukan jumlah bacaan tersebut sampai bilangan tertentu, baik dalam hitungan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan murka Alloh.

Kaifiyah (cara). Seandainya ada seseorang berwudhu dengan cara membasuh tangan dan muka saja, maka wudhunya tidak sah, karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syariat.

Waktu. Apabila ada orang menyembelih binatang kurban Idul Adha pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka tidak sah, karena syari'at menentukan penyembelihan pada hari raya dan hari tasyriq saja.

Tempat. Andaikan ada orang beri’tikaf di tempat selain Masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat i’tikaf hanyalah di Masjid.

Wahai saudaraku…..Marilah kita wujudkan tuntutan dua kalimat syahadat ini, yaitu kita menjadikan ibadah yang kita lakukan semata-mata hanya untuk Alloh dan kita beribadah hanya dengan syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad dalam setiap tarikan nafas dan detik-detik kehidupan kita, semoga dengan demikian kita semua menjadi hamba-Nya yang bersyukur, bertaqwa dan diridhoi-Nya.Wallohu a’lam bish showaab.
[Bambang Abu Abdirrohman Al Atsary Al Bayaty], pendahuluan oleh Yanto Abdurrahman

Friday, January 19, 2007

Puasa Asyura

Dasar puasa Asyura:

Dari Ibnu Abbas ra, ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura (tgl 10 Muharam) maka beliau bertanya: “Hari apakah ini?” mereka menjawab: “ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari dimana Allah SWT menyelamatkan bani Israil dari musuhnya, maka Musa AS berpuasa pada hari itu karena bersyukur kepada Allah SWT. Dan kami berpuasa pada hari itu untuk mengagungkannya.” Rasulullah SAW bersabda: “Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian.” Maka Rasulullah SAW berpuasa pada hari itu (berpuasa Asyura) dan memerintakan kaum muslimin untuk berpuasa padanya. [HR Bukhori (no 2004) & Muslim (no 1130)]

Akan tetapi stlh itu Rasulullah SAW memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi dengan berpuasa sehari sebelumnya (yaitu tanggal 9 Muharam) atau sehari sesudahnya (yaitu tanggal 11 Muharam). Atas dasar itu yang paling utama adalah berpuasa pada hari tanggal 10 Muharam ditambah satu hari sebelum/sesudahnya. Syaikh Utsaimin rhm berkata: Tambahan puasa di hari ke 9 lebih utama dari heri ke 11. Pernyataan beliau diperkuat hadits berikut:

Sahabat berkata: ”Ya Rasulullah, sesungguhnya Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi & Nasrani.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Tahun depan InsyaAllah kita akan puasa (juga) pada hari kesembilan.” [HR Muslim No. 1134, dari Ibnu Abbas]

Keutamaan puasa Asyura:

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: ”Puasa yang paling utama setelah puasa pada bulan Romadlon adalah puasa pada bulan Muharam. Dan sholat yang paling utama selah sholat fardlu adalah sholat malam.” [HR Muslim]

Dari Abu Qotadah Al Anshari, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Arofah, sabdanya: “Ia menebus dosa tahun yang lalu dan yang akan datang.” Ketika ditanya tentang puasa Asyura beliau bersabda: “menebus dosa tahun yang lalu...” [HR Muslim].

Dalam riwayat yang lain (tentang keutamaan puasa Asyura) Rasulullah SAW bersabda: “Aku mengharap kepada Allah untuk menghapuskan dosa setahun yang sebelumnya” [HR Muslim 1162]

Tentang puasa di hari jum’at:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: ”janganlah kamu khususkan sholat malam jumat saja, dan janganlah kamu khususkan puasa pada hari jumat saja, kecuali jika hari jumat itu bertepatan/jatuh pada giliran puasa sunnah yang biasa dilakukan seseorang” [HR Muslim]

Dalam hadits yang lain “kecuali ia berpuasa pada hari sebelum/sesudahnya” [HR Bukhori & Muslim]

Sekalipun bulan Muharam memiliki keutamaan (bulan Muharam adalah 1 dari 4 bulan yang mempunyai keutamaan dibandingkan bulan lainnya, selain Ramadlan, Sya'ban dan Dzulhijjah) akan tetapi kita tidak bisa begitu saja memuliakan bulan ini, apalagi memuliakan dengan ibadah ibadah tertentu yang dikhususkan pada bulan ini tanpa adanya dalil yang jelas dan shohih. Pengkhususan suatu ibadah pada waktu tertentu / dengan cara tertentu, tanpa adanya dalil/tuntunan dari rasulullah bisa dikategorikan sebagai bid'ah, sekalipun diniatkan ikhlash untuk Allah SWT dan hanya mengharap ridlonya. Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda: Man ‘amila ‘amalan laysa 'alaihi amruna fa huwa roddun, yang artinya kurang lebih: "Barang siapa yang melakukan suatu amalan tanpa ada perintahnya dari kami, niscaya amalan itu tertolak" [HR Muslim]. Kalau kita melakukan bid'ah dan resikonya adalah amalan kita tertolak (tidak diberi pahala oleh Allah SWT/tidak dianggap oleh Allah SWT), itu adalah masih mending, karena dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda: Fa inna khoirol hadiits kitabulloh. Wa khoirol hadyi hadyu Muhammad SAW. Wa syarrul umuuri muhdatsaatuhaa, Fa inna kulla muhdatsatin bid'ah. wa kulla bid'atin dlolalah. Wa kulla Dlolalatin finnaar. Yang artinya kurang lebih: "Sebaik-baik perkataaan adalah kitabulloh (AL Qur'an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rosululloh SAW. Dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru (dalam agama). Maka semua perkara yang baru (dalam urusan agama) adalah bid'ah, dan semua bid'ah adalah sesat, dan semua kesesatan tempatnya di neraka" [HR Muslim]. Jadi perkara bid'ah bukan perkara yang sepele, bukan hanya masalah diterima/tidaknya suatu amalan, tetapi juga berhubungan dengan persaksian kita bahawa Muhammad SAW adalah Rasulullah…

InsyaAllah, nanti akan ada saatnya membahas tentang bid’ah, terutama masalah bid’ah hasanah. Yang terpenting pada pembahasan kali ini adalah tentang puasa asyura. Jika ada yang mengatakan adanya puasa tanggal 1 Muharam, sholat sunnah pada malam 1 Muharam atau dzikir-dzikir/amalan-amalan/ibadah-ibadah tertentu yang dikhususkan pada bulan Muharam (ataupun bulan lainnya) harus bisa membawakan / punya dalil yang shohih sebagai hujjah. Karena hukum asal ibadah adalah haram, sampai datangnya dalil dari Al Qur’an / As Sunnah (Hadits). Karena sebaik apapun amal ibadah kita jika hanya didasarkan persangkaan baik menurut akal kita, tanpa ada dasar dari syariat, maka amalan itu termasuk bid’ah dan tertolak.. Karena semua kebaikan (dalam urusan agama/ibadah) sudah disampaikan oleh Rasulullah SAW, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar ra; Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah Allah SWT mengutus seorang nabi kepada suatu umat sebelumku, melainkan dia wajib menunjuki umatnya kepada kebaikan yang dia ketahui dan memperingatkan mereka dari keburukan yang dia ketahui” [HR Muslim].

Dalam riwayat yang lain dari Abu Dzar Al Ghifari ra, ia berkata: Rasulullah SAW meninggalkan kami dan tidak ada seekor burung yang mengepakkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau menyebutkan kepada kami ilmu tentangnya. Ia berkata, lalu Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak tersisa sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepadamu” [HR Thabrani, di shohihkan imam Syafi’i dan As Suyuthi rhm]

Tuesday, January 16, 2007

Di mana ALLAH...???

Penulis: Abu Ibrohim Hakim

sumber: http://muslim.or.id/2007/01/01/dimanakah-alloh/

Pada masa sekarang ini, di mana banyak diantara kaum muslimin yang sudah sangat menyepelekan masalah aqidah shahihah yang merupakan masalah paling pokok dalam agama ini, maka akan kita dapati dua jawaban yang batil dan kufur dari pertanyaan “Dimana Alloh?”. Yang pertama mereka yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam diri setiap kita? Dan kedua yaitu yang mengatakan Alloh ada di mana-mana atau di segala tempat?

Seorang Budak Pun Tahu Dimana Alloh

Ketahuilah wahai Saudaraku, pertanyaan “Dimana Alloh?” adalah pertanyaan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada seorang budak perempuan kepunyaan Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya. “Beliau bertanya kepada budak perempuan itu, ‘Dimanakah Alloh?’ Jawab budak perempuan, ‘Di atas langit’ Beliau bertanya lagi, Siapakah aku? Jawab budak perempuan, ‘Engkau adalah Rosululloh’, Beliau bersabda, ‘Merdekakan dia! Karena sesungguhnya dia seorang mu’minah (perempuan yang beriman)’.” (HR. Muslim dan lainnya)

Maka perhatikanlah dengan seksama masyarakat tersebut, yang mana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berjihad bersama mereka, aqidah mereka sempurna (merata) hingga pada para penggembala kambing sekalipun, yang mana perjumpaan (pergaulan) mereka dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat sedikit, seperti penggembala kambing ini. Kemudian bandingkanlah dengan realita kaum muslimin sekarang ini, niscaya akan kita dapatkan perbedaan yang sangat jauh.

Keyakinan di mana Alloh termasuk masalah besar yang berkaitan dengan sifat-sifat-Nya yaitu penetapan sifat Al-’Uluw (sifat ketinggian Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Dia di atas seluruh mahluk), ketinggian yang mutlak dari segala sisi dan penetapan Istiwa’ (bersemayam)-Nya di atas Al-’Arsy, berpisah dan tidak menyatu dengan makhluk-Nya sebagaimana yang diyakini oleh kaum Wihdatul Wujud, yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan sekarang. Dan dalil-dalil yang menunjukkan penetapan sifat ini sangatlah banyak, sangat lengkap dan jelas, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma’, akal dan fitrah sehingga para ulama menganggapnya sebagai perkara yang bisa diketahui secara mudah oleh setiap orang dalam agama yang agung ini.

Dalil-Dalil Al Qur’an

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (Robb) Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thoha: 5). Dan pada enam tempat dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Kemudian Dia Istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy.” (Al-A’raf: 54). ‘Arsy adalah makhluk Alloh yang paling tinggi berada di atas tujuh langit dan sangat besar sekali sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas, “Dan ‘Arsy tidak seorang pun dapat mengukur berapa besarnya.” (Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah, sanadnya Shahih). Ayat ini jelas sekali menunjukkan ketinggian dan keberadaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala di atas langit serta menutup jalan untuk meniadakan atau menghilangkan sifat ketinggian-Nya atau mentakwilkannya. Para ulama Ahlus Sunnah pun sepakat bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala ber-istiwa’ di atas ‘Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa mempertanyakan bagaimana cara/kaifiyat istiwa’-Nya. Dan perlu diketahui bahwa penetapan sifat ini sama dengan penetapan seluruh sifat Alloh yang lainnya, yaitu harus berjalan di atas dasar penetapan sifat Alloh sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya tanpa ada penyerupaan sedikitpun dengan makhluk-Nya.

Dalil-Dalil As Sunnah

Adapun dalil-dalil dari As-Sunnah juga sangat banyak, di antaranya adalah sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Tidakkah kalian percaya padaku sedangkan aku adalah kepercayaan Yang berada di atas langit. Datang kepadaku wahyu dari langit di waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhori-Muslim). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Yang Maha Rahman, sayangilah siapa saja yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh Yang berada di atas langit.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Imam Al-Albani). Begitu pula dengan hadits pertanyaan Rosululloh kepada budak perempuan yang telah disebutkan di atas. Imam Adz-Dzahabi berkata setelah membawakan hadits budak perempuan di atas, “Demikianlah pendapat kami bahwa setiap orang yang ditanyakan di manakah Alloh, dia segera menjawab dengan fitrahnya, ‘Alloh di atas langit!’ Dan di dalam hadits ini ada dua perkara yang penting; Pertama disyariatkannya pertanyaan, ‘Dimana Alloh?’ Kedua, disyariatkannya jawaban yang ditanya, ‘Di atas langit’. Maka siapa yang mengingkari kedua perkara ini maka sesungguhnya dia mengingkari Al-Musthofa shollallohu ‘alaihi wa sallam“. (Mukhtashor Al-’Uluw)

Akan tetapi realita kaum muslimin sekarang amat sangat memprihatinkan. Pertanyaan ini justeru telah menjadi sesuatu yang ditertawakan dan jarang dipertanyakan oleh sebagian jama’ah-jama’ah dakwah di zaman ini? Ataukah justru pertanyaan ini telah menjadi bahan olok-olokan semata? Ataukah kaum muslimin sekarang ini telah memahami pentingnya berhukum dengan hukum yang diturunkan Alloh, meskipun mereka menyia-nyiakan hak Alloh? Maka kapankah Alloh akan mengizinkan untuk melepaskan, membebaskan dan memerdekakan kita dari orang-orang kafir yang menghinakan dan merendahkan kita sebagaimana telah dibebaskannya seorang wanita dari hinanya perbudakan setelah ia mengenal dimana Alloh?

Konsekuensi Jawaban Yang Keliru

Alangkah batilnya orang yang yang mengatakan bahwasanya Alloh berada di setiap tempat atau Alloh berada di mana-mana karena konsekuensinya menetapkan keberadaan Alloh di jalan-jalan, di pasar bahkan di tempat-tempat kotor (seperti toilet/wc, kandang babi dan tempat-tempat najis lainnya) dan berada di bawah makhluk-Nya. Kita katakan kepada mereka, “Maha Suci Alloh dari apa-apa yang mereka sifatkan.” (Al-Mu’minun: 91). Dan sama halnya juga dengan orang yang mengatakan bahwasanya Alloh ada dalam setiap diri kita (??) karena konsekuensinya Alloh itu banyak, sebanyak bilangan makhluk? Maka aqidah seperti ini lebih kufur daripada aqidahnya kaum Nashrani yang mengakui adanya tiga tuhan (trinitas). Lebih-lebih lagi mereka yang mengatakan bahwa Alloh tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kanan, tidak di kiri, tidak di depan, tidak di belakang karena hal ini berarti Alloh itu tidak ada (??) maka selama ini siapa Tuhan yang mereka sembah? Adapun orang yang “diam” dengan mengatakan, “Kami tidak tahu Dzat Alloh di atas ‘Arsy atau di bumi” mereka ini adalah orang-orang yang memelihara kebodohan. Karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mensifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat yang salah satunya adalah bahwa ia istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu “diam” darinya dengan ucapan “Kami tidak tahu” nyata-nyata telah berpaling dari maksud Alloh. Pantaslah jika Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berfaham demikian, tentunya setelah ditegakkan hujjah atas mereka.

Dalil Fitrah

Sebenarnya tanpa adanya dalil naqli tentang keberadaan Alloh di atas, fitrah kita sudah menunjukkan hal tersebut. Lihatlah jika manusia berdo’a khususnya apabila sedang tertimpa musibah, mereka menengadahkan wajah dan tangan ke langit sementara gerakan mata mereka ke atas mengikuti isyarat hatinya yang juga mengarah ke atas. Maka siapakah yang mengingkari fitrah ini kecuali mereka yang telah rusak fitrahnya? Bahkan seorang artis pun ketika ditanya tentang kapan dia mau menikah maka dia menjawab, “Kita serahkan pada Yang di atas!” Maka mengapa kita tidak menjawab pertanyaan “Dimana Alloh?” dengan fitrah kita? Dengan memperhatikan kenyataan ini, lalu mengapa kita lebih sibuk menyatukan suara kaum muslimin di kotak-kotak pemilihan umum sementara hati-hati mereka tidak disatukan di atas aqidah yang shahih? Bukankah persatuan jasmani tidak akan terwujud bilamana ikatan hati bercerai-berai? Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu mengira mereka itu bersatu, padahal hati-hati mereka berpecah-belah.” (Al-Hasyr: 14). Hanya kepada Alloh-lah kita memohon perlindungan.