Friday, March 23, 2007

Ghibah / Ngrasani / Menggunjing

Ghibah (Ngrasani / menggunjing)

Ghibah (menggunjing/ngerasani) adalah dosa besar yang tersebar dan banyak dilakukan oleh manusia. Padahal Alloh telah memisalkan orang yang melakukannya sebagai orang yang memakan bangkai daging saudaranya, dalam firman-Nya "Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya" (Al Hujurat : 12). Ghibah adalah membicarakan orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut dengan sesuatu yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Contohnya seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau dalam agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain.

Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab, "Yang kukatakan ini benar adanya!", padahal perbuatan tersebut jelas ghibah. Ketika Rosululloh ditanya bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjingkan, beliau menjawab, "Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya." (HR. Muslim)

Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya yang intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada 'Aisyah Rodhiyallohu 'Anha. Ketika wanita itu sudah pergi, 'Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rosululloh lantas bersabda, "Engkau telah melakukan ghibah!". Contoh lainnya seperti gerakan memperagakan gerak orang lain seperti cara jalan, cara berbicara dan lain-lain. Bahkan demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena mengandung unsur memberitahu kekurangan orang dan mengandung tujuan mengejek atau meremehkan. Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.

Macam dan Bentuk Ghibah

Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya' seperti mengatakan, "Saya berlindung kepada Alloh dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Alloh menjagaku dari perbuatan itu." padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan, "Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar." Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang sholeh yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan: "Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Alloh agar dia tidak lagi diremehkan." Ucapan semacam ini bukanlah doa, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak mengutarakannya semacam itu. Bentuk ghibah lainnya yaitu perkataan-perkataan yang memiliki unsur perendahan seperti perkataan "Ayahnya seorang petani" atau mengenai akhlak semisal perkataan "Dia sombong" atau mengenai fisik seperti "Badannya gemuk".

Taubat dari Ghibah

Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Alloh Ta'ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang oleh-Nya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya, yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya, harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjukkan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya. [Buletin At Tauhid, oleh: Abu Uzair Boris]

1 comment:

Anonymous said...

Mudahnya, Ghibah adalah ngrasani/membicarakan kejelekan yang ADA pada diri seseorang, dimana jika orang yang dirasani itu tahu maka orang itu akan merasa tidak senang. Jika hal yang dibicarakan itu tidak ada pada diri seseorang (mengada-ada) maka berarti si pembicara telah melakukan kebohongan ato bahkan memfitnah orang yang dibicarakan itu.

Pertanyaannya, jika yang dirasani itu tidak merasa tidak senang/tidak marah/tidak apa2 jika diberi julukan tertentu jika dirasani? Jawab: insyaAlloh itu tidak termasuk ghibah. Misalnya aku memanggil seseorang dengan panggilan “Gendut” dan orang tersebut tidak masalah dengan panggilan itu (baik di depan/dibelakangnya ) maka tidak apa2. Pernah dalam suatu kajian ada seseorang yang menanyakan pertanyaan yang sama, yaitu termasuk ghibah ato tidak jika kita memanggil seseorang dengan julukan yang jelek, baik seseorang itu mengetahuinya atau tidak, tapi jika orang itu tahu maka orang itu tidak marah? Sang Ustadz menjawab, itu bukan Ghibah.

Pertanyaan yang lainnya yaitu bagaimana jika kita terlanjur menggunjing/ ngarasani seseorang? Jawabnya: PErtama kali kita harus Tobat kepada Alloh, kemudian kita minta maaf kepada orang yang telah kita rasani/ghibahi itu. Tapi sebelum minta maaf, ada beberapa pertimbangan, yaitu apakah jika kita katakan bahwa kita pernah mengatakan ini dan itu ttg kejelekannya kepada orang tsb, orang tsb akan marah ato tidak. Jika dia tidak marah, sebaiknya kita minta maaf (dan sebaliknya). Tetapi jika kita ragu-ragu lebih baik tidak usah minta maaf. TETAPI ada kompensasinya, yaitu kita harus mengatakan hal-hal yang baik tentangnya didepan orang lain dan yang semisalnya.

Pertanyaan yang lain, yaitu bagaimana jika pada saat kita ngobrol, ada teman kita yang menggunjing/ngrasani orang lain, apa yang kita lakukan?? Jawabnya: Yang pertama kita tidak boleh ikut menggunjing, bahkan kalo bisa kita harus mencegahnya agar dia tidak melanjutkan menggunjing, misalnya “TLg Jangan menggunjing ya..” dan kita sanggah orang yang menggunjing itu dengan membicarakan kebaikan-kebaikan oprang yang sedang digunjing/dirasani, misalnya “Emang sih dia begitu, tapi diakan orangnya baik dan suka menolong. mungkin dia berbuat begitu karena…”
Kalau ada yang salah mohon dibetulkan.. . Wallohu a’lam Bishowab